Sunday, June 24, 2012

Cinta itu...

Sunday, June 24, 2012
ketika ada gambar itu, kalian tanpa ragu akan menyebut itu simbol cinta-simbol yang tak diragukan lagi bahwa kalian telah mengenalnya dari kanak-kanak-. Ntah mulai kapan pertama kali trend itu bermula aku juga tak paham. Bentar, tapi ini sepertinya hal yang menarik. darimana simbol itu berasal? Apakah karena cinta itu ada bentuknya sehingga ada simbol  seperti itu? Kalau misalkan ada, bukankah benci juga harusnya ada simbolnya,  Karena Keduanya sama-sama perasaan, lebih lagi keduanya saling bertolak belakang. Ok, kalian boleh saja menjawab “simbol itu kan bentuknya mirip hati. cinta kan dari hati, jadi ya simbolnya mirip hati.” Ntah kalian dapat pengetahuan darimana kalau simbol itu mirip hati. Maaf, bukan bermaksud menyalahkan guru sekolah kalian karena memperoleh pengetahuan yang salah, tapi dicari dibuku biologi manapun simbol itu dan hati tidaklah ada mirip-miripnya “oh kalau masalah itu, sebenarnya yang mengatakan simbol itu adalah hati hanya di indonesia saja, di dunia barat (tempat simbol itu bermula), simbol itu berasal dari jantung” ok, tentu. Jadi apakah cinta bentuknya seperti itu? “bukan bego’. Itu cuman simbol. Kau itu ribet banget sih” ah, kalian sekali lagi membuatku bingung. Karena Cinta itu abstrak, bukankah memang seharusnya tidak punya bentuk. Kalau itu hanyalah simbol-yang juga fungsinya untuk pernyataan ada-bukankah simbolnya bisa apa saja. Aku bolehkan menggambar cinta sebagai segitiga sama sisi atau sebagai bulat karena aku suka adonan tepung yang dibentuk bulat, lalu di atasnya di beri irisan keju yang biasanya di hidangkan waktu hari raya itu?

Aku bukannya tidak mau mengikuti pembuat pertama simbol ini yang pasti dengan susah payah dan penuh filosofi membuatnya. Ah, sebenarnya bukan kapan dan dari mana simbol itu yang ku permasalahkan. Tapi yang kusesalkan adalah karena kalian terperangkap pada simbol itu. dari simbol itulah-termasuk dari puisi dan kisah- kalian mengenal dan beranggapan tau tentang cinta, bukan karena dari cinta itu sendiri. Kemudian, Karena  simbol itu dan ‘keluguan’ kalian, dengan mudah kalian menyebut perasaan senang sedikit saja sebagai cinta. Jadi, bolehlah jika aku kemudian hadir. Apakah cinta itu memang ada? Bukankah cinta itu hanyalah hayalan kalian?

 Maaf jika ini sedikit terlambat. dengan tidak mengurangi kesopananku, izinkan aku memperkenalkan diri. Aku adalah ragu. Karena meragu-dan itulah aku- dalam agama sering di anggap buruk, maka bolehlah kalian menyebutku  sebagai bercak kegelapan. bercak yang mendiami hatinya Iblis ketika menolak sujud pada nabi Adam a.s., bercak yang menjadi penyebab berbagai peperangan. seorang ‘ulama menjadi murtad karena aku yang hanya setitik menempel lekat dihatinya.

Kalian tentu pernah mendengar kisah tentang ‘ulama besar- yang muridnya beribu-ribu, dia mati dalam keadaan kafir karena telah melakukan perjanjian dengan iblis. Tentu saja, perjanjian itu ada karena aku ada di hati ‘ulama tersebut. Meragu tanpa sadar pada kekuasaan Allah swt, sehingga meminta bantuan pada Iblis. Mungkin peranku dalam cerita tersebut tidak diceritakan secara explisit, aku adalah bumbu yang sudah tercampur dengan yang lain, lidah kalian haruslah benar-benar peka untuk mengetahuinya.

Meski dengan segala prestasi dan kebanggaan itu, ada penderitaan yang sangat dalam karena aku hanya dianggap sebagai noda hitam. Para ‘ulama menganggapku sebagai salah satu yang menjadi hijab terhadap pemahaman kepada kebenaran. Aku disebut sebagai penyebab hilangnya iman seorang muslim,  Padahal ada banyak hal baik juga yang lahir dari keikutsertaanku, bukankah sebagian ‘ulama mengatakan tidak sah imanmu jika hanya ikut-ikutan, yakni tanpa mempertanyakan (meragukan) dari mana semua keyakinan itu berasal. Dari keikutsertaankulah ke yakinan sejati ada. Jadi, lewat tangan anak muda yang berwajah muram ini, izinkan aku mengajukan pembelaan.

Ah, iya. Aku sampai lupa. aku tak ingin membebani jiwa kalian yang rapuh itu dengan segala keluh kesah dan pembelaanku, kita balik saja pada topik tentang cinta itu. sebuah topik yang darinya lahir banyak tragedy kehidupan. Katanya ; Cintalah yang membuat Qois disebut orang gila, meninggalkan semua miliknya demi kesunyian cintanya pada layla. Shiruye karena cinta pada ibu tirinya, shirin, dengan sadis dan licik membunuh ayah kandungnya, khosrow. Cintalah yang membujuk romeo minum racun dan juliet untuk menikam sendiri perutnya. Hitler memulai peperangan, membantai orang yahudi karena cintanya yang besar pada tanah airnya.  Baik, kita cukupkan saja semua cerita fiksi dan nonfiksinya. Dan memang karena aku adalah ragu, aku lebih menyukai cerita suram dan kelam.

tentu. Seperti yang memang tlah ku ketahui sejak  lama dan kalian bisa melihat dari semua tragedy itu. cinta hanya mendatangkan penderitaan. Penyakit yang melumpuhkan semua syarf ‘kerasionalan’. Pembujuk paling licik yang pernah ada. Penyebab terjadinya penghianatan dan kebencian.

Kalian mungkin menentangku. dengan pemikiran lugu dan keindahan yang sering kalian puja itu, aku bisa dengan mudah menebaknya. untuk memperkuat pernyataanku,  Akan ku ajukan sebuah fakta; Karena kita sekarang di Indonesia, kita sepakati saja dulu kalau cinta berasal dari hati. seperti yang telah sama-sama kita ketahui di pelajaran biologi, ada pengetahuan umum yang tidak terkatakan, bahwa dari semua hal yang ada, hati lebih memilih racun. Bukankah empedu itu hasil dari hubungan gelap antara hati dan racun. Maaf saja, aku bilang ini hubungan gelap, karena kalau memang hubungan mereka ada akadnya. Aku tak pernah ingat pernah menjadi saksinya dan juga tak pernah baca di buku biologi di kolom berita tentang perkawinan mereka. Intinya, memang fitrahnya hati lebih memilih sesuatu yang merusak, salah satunya cinta. lalu, bagaimana kalau cinta itu kita sebut saja sebagai racun.  Jadi, secara umum kita bisa bilang bahwa tak ada cinta, yang ada hanyalah racun. Hm, hm, hm....

aku bukannya tak suka dan tak percaya sama sekali semua tentang cinta, apalagi karena banyak juga kisah cinta yang berahir tragis, Tapi karena aku adalah ragu, meragu adalah diriku. jadi jangan memaksaku untuk menjadi percaya. dia bukanlah diriku. jika nantinya aku jadi percaya, aku akan sama saja dengan seorang laki-laki yang tega meninggalkan calon bayi hasil dari hubungan gelap dengan kekasihnya, akan sama saja dengan koruptor yang menukarkan hatinya demi kepentingan pribadinya. Dan aku tak mau disamakan dengan hal semacam itu. Aku tak ingin kehilangan jati diriku. jika kalian sudah memaklumi keadaanku, mari lanjutkan pembicaraan kita.

Banyak juga puisi yang ‘memuakkan’ lahir dari cinta. Maaf, aku memang tidak suka puisi. Puisi itu bahasanya terlalu mengawang-awang dan terlalu indah, terlalu dibuat-buat. Mungkin ada puisi yang suram dan kelam, tapi itu hanya sebagian kecil. Kebanyakan sama saja, Bahasanya seperti anak kecil yang masih belum mengenal dosa. Dan aku tak suka hal semacam itu. tapi karena pemuda yang jadi mediaku ini katanya akan berhenti menulis jika aku tak menyinggung hal puisi juga. - sepertinya moodnya lagi buruk, mungkin karena kopinya telah habis-. Aku tak ada pilihan lain lagi.

Ya, jujur. Aku akui kalau aku terpikat dengan syair-syair cinta.  Syair-syair yang tulus dan dengan penuh perenungan yang dalam. Seperti karya syair cintanya Mawlana Hakim Nizhami dalam novelnya layla majnun. Ada dorongan yang sangat kuat untuk mengikutkan syairnya di tulisan ini, tapi lagi-lagi pemuda ini memang sedikit menjengkelkan. Katanya “jangan, aku novelnya masih belum baca. Kalau sekarang aku malah tau syairnya. Itu sama saja aku minum(makan) kopi. Tanpa diseduh terlebih dahulu.” Ok. Dia benar. Tapi tak apa. Selain syaikh Nizhami, aku juga terpikat pada penyair lain, salah satunya syaikh Jalaluddin Rumi, ku kutip sebagian pada kalian karya Syaikh Rumi.

Menyatu Dalam Cinta
Berpisah dari Layla, Majnun jatuh sakit. Badan semakin lemah, sementara suhu badan semakin tinggi.
Para tabib menyarankan bedah, “Sebagian darah dia harus dikeluarkan, sehinggu suhu badan menurun.”
Majnun menolak, “Jangan, jangan melakukan bedah terhadap saya.”
Para tabib pun bingung, “Kamu takut? padahal selama ini kamu masuk-keluar hutan seorang diri. Tidak takut menjadi mangsa macan, tuyul atau binatang buas lainnya. Lalu kenapa takut sama pisau bedah?”
“Tidak, bukan pisau bedah itu yang kutakuti,” jawab Majnun.
“Lalu, apa yang kau takuti?”
“Jangan-jangan pisau bedah itu menyakiti Layla.”
“Menyakiti Layla? Mana bisa? Yang dibedah badanmu.”
“Justru itu. Layla berada di dalam setiap bagian tubuhku. Mereka yang berjiwa cerah tak akan melihat perbedaan antara aku dan Layla.”

RAHASIA YANG TAK TERUNGKAP
Apapun yang kau dengar dan katakan (tentang Cinta),
Itu semua hanyalah kulit.
Sebab, inti dari Cinta adalah sebuah
rahasia yang tak terungkapkan.

dan fitrah memang tak bisa dilawan, syair terahir ini adalah termasuk alasanku meragukan cinta. Kalau memang Cinta itu ada, kenapa tak ada yang bisa mengungkapkannya? Kalau memang nyata ada, tinggal didefinisikan saja kan.  Jadi memang benar, cinta itu tidak ada. Kenapa tak ada yang bisa mendefinisikannya, tentu karena cinta itu sesuatu yang tak ada. Cinta itu hanyalah hayalan yang diciptakan perasaan. Ilusi kegilaan yang diciptakan untuk menghindari kehidupan yang penuh dengan kenistaan.

Tapi kalu kalian masih bersikukuh bahwa cinta itu ada, biarkan aku mengajukan pertanyaan terahir untuk kalian. 
        "Apakah kalian masih tetap bersikukuh menyebut perasaan kalian itu cinta, sedangkan kalian masih mengharapkan balasan? Masih menyatu dengan nafsu? terkurung oleh basa-basi? Lebih memperhatikan diri sendiri? Tak mau luluh dan melebur? Setelah ditolak kemudian mencari pelarian. Berusaha menarik perhatian yang dicinta-menurutnya- dengan berbagai cara, walaupun itu benar-benar ‘menggelikan’. Apakah kalian masih berani menyebut itu cinta? Oh kawan, sadarlah. Yang kalian rasakan itu hanyalah cinta-cinta an." 

ya. Kita ahiri sampai disini saja. Oh, sebentar. Apakah aku melihat senyum tipis dari pemuda ini. Kalau saja aku tak memperhatikannya dengan seksama, senyumnya pasti terlewat olehku. ok, sampai jumpa. Aku akan selalu dengan senang  datang ke hati kalian. 



Dimensi Tak Hingga © 2014