liburan semester 6, 2012
Hari itu malam sabtu,
malam panjang yang masih membuat galau apakah besok akan pergi atau tidak ke
papuma. jangan tanyakan mengapa, karena alasan ini lebih ke arah pribadi
ketimbang untuk komsumsi fans. oke, aku menyerah, akan ku beritaukan
alasan-alasannya, sebenarnya ada beberapa alasan, tapi karena melihat,
menganalisa dan mempertimbangkan, ternyata ada beberapa alasan yang memang
benar-benar signifikan yang memungkinkan untuk dijadikan parameter sebagai
alasan galau, yaitu; galau karena memikirkan rayuan terus-menerus dari para
fans, galau karena memikirkan negara dan galau karena yang tertinggal didompet
hanya sisa-sisa debu kamar yang sempat ku besihkan sore harinya. Sampai
tidurpun, keadaan masih sama, masih dalam keadaan galau antara pergi atau tidak.
ini sungguh menyiksa.
/* keesokan harinya
Setelah sholat shubuh
dan mandi pun sudah, sebuah dorongan klasik yang bisa membuat bangun shubuh di
awal waktu. Kami akan pergi, itu sudah pasti. ya, ya.. meskipun aku bukan
penganut "psikologi ekonomi" dan memang aku belum pernah secara
langsung membuktikan formulanya, ntah apakah teori itu beradarkan
dhoruri(keniscayaan) atau teoritis, tapi tetap saja aku akan mengatakan ini
"S(satisfied) = N(need) + C(cost)" intinya adalah
biayamu itu habis hanya untuk memenuhi kepuasan pribadimu.
Setelah menyiapkan
keperluan. Kami berkumpul di basecamp, kostan teman-temanku. Biasanya kami
melakukan perjalanan, menjelajahi malam waktu MABA, menikmati es tebu di depan
bundaran ITS sehabis futsalan atau sepulang dari kampus, traktiran paksaan,
main PS, menikmati kopi di manapun, di jembatan mer, di Madura, di pinggir
suramadu. Biasanya kami melakukan itu semua sampai semester tua pun hanya
dengan beranggotakan cowo’, betapa teman itu memang bisa mengalihkanmu dari
lawan jenis, jangan kawatir, aku ga' homo, ini cuman sedikit komplikated.
karena sering bepergian dan ngumpul bareng itulah, waktu semester 2 kami
memberi julukan sendiri Belalang Tempur, sebuah sebutan yang tercetus dari
seorang yang namanya sungguh puitis, laksana samudra. tapi kali ini mungkin
adalah perjalanan yang istimewa. Teman-teman kami yang cewek meminta untuk
ikut. hasil cuap-cuap oleh penggila wanita, Arista.
Rencananya, kami akan ke
jember naik bis, motor akan dititipkan di terminal bungurasih. Jam 8-nan am
kami berangkat dari basecamp. di bungurasihpun kami dengan mudah dapet bis
ekonomi, tak perlu keroyokan atau semacamnya, karena kami memang sudah sangat
lelah, kami sudah sangat lelah merasakan pahitnya kehidupan ini, rp
28.000/orang. Di dalam bis aku dan Atho' duduk bersebelahan dengan seorang mas
yang asli dari jember dan sempat melakukan obrolan. Kami diberitahukan, jika
ingin pergi ke papuma mendingan berhenti di Ambulu aja, disana adalah jarak
terdekat ke papuma, +- 9 km dan disana juga tempat terahir dimana angkutan umum
beroperasi. Sebelumnya kami juga sudah tau. Opsi pemberhentian kami sebenarnya
ada dua, yang satu di hatimu atau pindah ke lain hati. ditemani secangkir kopi
dan asap rokok di warung depan gg 1, kadang mengingatkanku, betapa sudah
saatnya aku melanjutkan perjalanan ini, lihat bintang di langit itu. oke, oke.
opsinya adalah di Ambulu dan satu lagi adalah di stasiun terminal bis tawang,
kalau dari tawang, kami berencana nyewa len. Tapi setelah bincang-bincang
dengan masnya itu, kami memilih berhenti di Ambulu saja. Jadi sudah diputuskan,
temanku yang berangkat dari probolinggo menggunakan sepeda motornya dan telah
sampai duluan, panggil saja namanya lek tommy, kami hubungi agar mencarikan
angkutan sewa, apapun terserah, yang lebih murah lebih bagus. Kira-kira
berselang berapa jam kemudian, dia ngasih kabar; "kalau truk mau
ga’?" Oke. Setuju. Di dalam bis itu kami menghabiskannya dengan tidur.
tepat sebelum ashar kami
sampai di Ambulu, sambil menunggu ‘lek’ datang dengan truknya, kami menyeduh
teh dan makan gorengan di warung, ada angin rindu yang menerpa wajah keren ini
dengan lembut. BRUUUK!. ada kecelakaan di toko samping barat warung, ada
kendaraan umum yang ntah kenapa menubruk toko tersebut, detailnya kami juga
tidak tau, tiba-tiba saja ada bunyi keras dari arah barat. Untungnya ga’ ada
korban jiwa.
tapi mungkinkah ini
pertanda. waktu itu aku sempat melihat ke TKP, kemiringan tubrukannya itu
membentuk sudut lancip dengan panjang toko, padahal kendaran itu tidak sedang
menghindari apapun ketika di jalan, kalau dalam kecelakan biasa, tak mungkin
akan membentuk sudut selancip itu, yang ada malah seharusnya
posisi kendaran akan kelihatan seolah menghindari tubrukan, yaitu
posisi truknya melengkung ke luar dari toko, bukan melengkung ke dalam seperti
sekarang ini, apalagi saat ku lihat bekas gesekan ban dengan aspal
jalan, tak ada bekas ngerem dengan mendadak atau paksa, seolah-olah truknya itu
memang dibelokkan dengan sengaja, untuk menguatkan hipotesaku, aku sempat
melakukan kontak dengan bapaknya. tidak ada gejala aneh, pupil matanya dalam
keadaan normal. jadi, menurutku, ini adalah... oke, bercandanya sudah
kelewatan.
Berselang berapa menit,
Lek datang. Truknya memasang harga 300 rb, kami tawar menjadi 250 rb,
antar-jemput. Jadi 25 rb/orang, lek masih tetap dengan motornya, arista ikut
nebeng. Harga ini sudah termasuk murah, apalagi nanti kami tidak usah membayar
tiket masuk ke papuma, yang tarifnya 7000/orang. Beruntung kan, lek membawa
sewaan truk yang tepat. Tapi ketika menaikinya, aga’ kawatir, karena truknya
kadang tiba-tiba ngadat, apalagi ketika ada tanjakan, aga’ pesimis kalau
truknya bakal ngangkat.
Melalui belokan terahir
bukit, masih dari atas bukit, kami langsung disuguhi pantai papuma yang
eksotis. indah. Kami tiba kira-kira jam 4 an pm. Seturunnya dari transport,
kami langsung menuju bagian papuma sebelah barat. Menikmati sunset, langit
benar-benar cerah waktu itu. ini adalah salah satu pantai dan terindah yang
pernah ku datangi. sunset yang sungguh indah, sunset yang sering ku hayalkan
waktu masih kecil ketika memandangi gambar kalender di dinding kamar.
http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_877.html |
Seperti photo di samping, papuma itu pantai yang berbentuk tanjung yang
menjorok ke laut. Namanya juga ‘tanjung’ papuma kan. Kau bisa menikmati sunset
dari pantai sebelah baratnya(sebelah kanan tanjung) dan menikmati
sunrise dari pantai sisi sebelahnya(sebelah kiri tanjung). Kau bisa
sekaligus menikmati dua siklus matahari, sunrise dan sunset. Di sepanjang
pantai sebelah timur adalah tempat ditambatnya perahu-perahu pelaut, disisi itu
juga terdapat para pedagang, bukanya hanya siang hari, ada musholla dan ada
cottage juga yang disewakan, pokoknya semua tempat kehidupan ada di sepanjang
pantai sisi yang timur itu. dibagian bawah photo itu adalah bukit, jadi untuk
menuju papuma kalau dari darat, harus melalui bukit atau tebing.
iya, tempat camping yang diperbolehkan juga hanya yang di sisi timur itu,
katanya ada yang patroli kalau malam, untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. tapi begitulah anak muda kawan dan begitu jugalah kami. hasrat
untuk pengakuan diri lebih tinggi daripada kepintaran kami untuk mematuhi,
peraturan, kesopanan, ketertiban, dll.
Setelah puas
photo-photo dan matahari pun sudah terbenam. Kami pergi ke tempat persewaan
tenda yang disediakan disitu, Aku tau ini juga dari internet, diweb-nya
terpasang harga sewa tenda 35 rb/hr, lebih murah jika kami harus menyewa tenda dari
surabaya. teknologi benar-benar memberi kemudahan. Tapi tenang, kehidupan
memang tidak semulus itu. Setelah Aku dan Atho' sampai
di tempat persewaan, ternyata harganya 70 rb/ hari. Wow, teknologi
sialan, sedikitpun tidak bisa dipercaya. 'berembuk dulu pak'. yup, kabur dulu. Setelah sholat, kami berembuk lagi dan memutuskan untuk
nyewa satu tenda, untuk ceweknya saja, yang cowok bisa tidur di luar, untung
saja waktu itu bukan musim hujan.
Untung saja(lagi)
rencana nyewa itu gagal, teman kami yang berencana menyusul, arif dan rengga,
membawa terepal dan tali secukupnya untuk membuat tenda survival, apalagi yang
bisa lebih menyenangkan dari ini. Sebelumnya kami memang memberitaukan, bahwa
rencana untuk nyewa tenda kemungkinan besar gagal. Mereka sungguh dewa
penyelamat. Jadilah setelah maghrib itu sebagian dari kami ada yang memasak(khusus
untuk ibi-ibu rumah tangga) dan sebagian lagi menyiapkan tenda. kalian pasti
sudah menduganya kan dimana tempat camping ground kami, ya, disebelah timur
tanjung, yaitu terletak pada koordinat,,, tanyakan pada yang tau peta.
kami memasak dengan
menggunakan panci yang pernah dibawa ke sempu, meskipun bukan dengan kompor
yang sama. lalu karena egy sang filosof selendro bereksperimen memasak dengan
membuat tungku dari cerukan pasir, membuat panci kesayanganku itu berubah
menjadi sangat hitam. hiks. Alas yang kami gunakan untuk tendapun adalah tikar
yang kami bawa waktu ke sempu ditambah matras, satu paket dengan carrier yang
ku bawa. Ditemani Langit cerah, bulan-penuh terbit tepat ditengah-tengah
laut, seperti di film kesayangannya Arista; twilight, new moon. Romantis
bagi yang berpasangan, tapi aku yang sendirian merasakan galau. Malam itu
kami habiskan dengan menyeduh kopi, menikmati hangatnya api unggun da berjalan-jalan
di pantai.
ada sedikit drama yang terselip pada ombak yang dengan pelan
menggoyangkan perahu-perahu nelayan, pada pasir lembab yang ku injak. Saat kami berjalan-berjalan di pantai,
aku memisahkan diri dari teman-teman. kebutuhanku yang menyedihkan untuk berdiam
sendirian tiba-tiba muncul.
Seperti semua ketidakjelasan(ketidakrasionalan)
pada kisah drama, itu jugalah yang terjadi padaku, tak tau kenapa tiba-tiba
saja ingin memikirkan negara, pada nilai rupiah yang katanya stabil padahal itu
hanyalah kebohongan formula dan angka, pada persepsi yang dibengkokkan
sedikit-sedikit hingga ahirnya diterima secara bersama, dompetku kosong itu
salah siapa?! Juga pada masalah internasional tentang ramalan suku maya, aku
tak berharap banyak bahwa ramalannya akan seperti yang di filmkan, karena aku
sudah tau cerita sebenarnya seperti apa, ada seorang ‘teman’ yang datang dan
menceritakannya, tapi untuk cerita itu akan ada bagiannya sendiri.
DUUUK!!! Aku membuat jatuh
seseorang! aku tak sadar, aku tadi hanya berjalan melamun sepanjang pantai, ini
jelas-jelas bukan salahku. Perempuan!? dia berdiri tanpa mempedulikan
bantuanku, aku buru-buru menunduk sambil mengucapkan permintaan maaf, Tapi tak
ada balasan, tak ada senyuman, bahkan tak ada perubahan apapun di aliran
mukanya, seolah tak ada apa-apa. Ku coba tatap matanya. aku… kehidupan tiba-tiba
menjadi penuh dengan cahaya yang berlebihan. Dirinya benar-benar bercahaya, tak
tau apakah aku menikmatinya atau malah tersiksa dengan silaunya. Aku terasa
begitu ringan, seolah menjadi asap dan kehilangan kesadaran selama sesaat. mungkin
akan seperti itu kalau menuruti aturan di film-film, tapi yang terjadi padaku
ternyata tidak. Yang ku rasakan hanyalah… ntahlah, jantungku berdetak cepat dan
sangat keras, aku sempat kawatir bahwa dia akan mendengarnya.
Lalu tanpa berkata sedikitpun dia pergi. WWHAATT!!!???
Dia benar-benar mengacuhkanku!! Benar-benar!!! Oke, fine. Pergilah. Apa
susahnya sih menanyakan kabar(?), menanyakan nama atau sekedar mengobrol biasa
layaknya anak muda yang sedang kasmaran, dan di ahir percakapan kau bolehlah
nanti minta akun atau no. hpku, lalu dengan seolah-olah tak mau aku akan
menawari diri untuk mengantarmu balik.
Aku tak tau. aku ingin marah,
tapi tak bisa. Ada sensasi rasa yang aneh saat melihatnya menjauh, Ada rasa
gelisah yang menyergap dadaku begitu kuat, rasa kehilangan, rasa rindu yang
yang ditolak kuat-kuat oleh akal sehatku, aku bahkan tak melihat wajahnya
dengan jelas. Dengan bulan penuh yang menggantung pucat di langit pekat, aku
merasakan bahwa malam ini adalah malam teromantis dalam hidupku. Tapi aku tak
mau mengejarnya, yang bisa ku lakukan hanyalah tetap dengan murung menikmati
cahaya bulan. Karena sebuah rencana untuk mengejarnya terdengar begitu vulgar,
itu hanya akan merusak keindahan malam ini.
hahaha.. cerita tanpa drama itu kurang menarik kan, hanya bumbu penyedap.
hahaha.. cerita tanpa drama itu kurang menarik kan, hanya bumbu penyedap.
Untuk jaga tenda, Shiftnya bergantian,
mataku sudah ga’ kuat menahan kantuk, jam 12 an aku terlelap. Jam 3-an aku
dibangunkan untuk berjaga. Singkat cerita pagi-pun menjelang, kami sama-sama
menikmati sunrise. dengan jejeran perahunya yang ditambat, membuat sunrise di
pantai itu lebih menawan. Langit sangat cerah.
sunrice di tanjung papuma |
Setelah puas dengan photo-photo sunrise, tendapun sudah dibongkar, sarapan sudah masuk ke perut dan pakaian untuk berenang di laut telah dikenakan. kami beralih ke pantai sebelah barat, mencari tempat yang lebih sepi dan luas. Selalu ada rasa tenang saat menikmati alam, menyusuri pantai yang putih dan panjang, dibeberapa tempat ada jejeran batu yang telah menghalus karena sering kena deburan air. Sebelum berenang, kami naik dulu ke atas Siti Hinggil.
No comments:
Post a Comment