Monday, December 18, 2017

I bet it's beautiful

Monday, December 18, 2017
Masih dalam suasana belajar menulis. Katanya, cara paling tepat untuk mengembangkan kosa kata adalah dengan membaca, jadi itu yang aku lakukan seminggu ini, membaca, (selain textbook dan paper tentu saja), apalagi memang banyak list buku yang sudah menanti, termasuk novel-novel yang aku beli di BBW (Big Bad Wolf) dan di bazar buku setahun belakangan ini. yups, novel-novel itu masih belum kesentuh. Mengalami yang disebut turunannya minat, terjadi ketika hati sudah berpaling, tenang, bukan berpaling darimu. Aku malah sempat berpikir bahwa membaca novel menjadi sesuatu yang pointless. Ghirohnya sudah Sangat tipis. Dulu aku juga pernah punya pemikiran seperti ini, tepatnya sebelum aku membaca novel (selain cerita rakyat atau cerita di buku paket sekolah ya). Kita flasback dulu.

Hari itu pagi yang cerah atau hujan, entahlah, ingatanku sudah mengabur, yang jelas pagi itu aku duduk di bangkuku dan sedang menatap keluar jendela, melamun, kebanyakan yang ku lamunkan adalah pulang ke rumah, sekolah di sekitar rumah saja. tahun itu adalah tahun pertamaku nyantri, jadi lumayan berat, rindu rumah tidak bisa dibendung. Penanggalan di dinding kamar pondok tiap hari selalu dilihat, satu hari bisa beberapa kali, jadi seminggu saja kerasanya lama banget (time perception). Balik lagi ke kelas, pagi itu ada teman yang bawa buku, dan itu lumayan tebel, menarik perhatian, judulnya “Ayat-Ayat Cinta”, ah buku tafsir tentang aya-ayat, jadi ada ya ayat-ayat cinta, bathinku waktu itu. Aku lumayan penasaran, masa itu adalah masa pubertas, jadi hal-hal semacam ini secara alami sangat menarik. Setelah aku tanya, ternyata itu adalah novel, wow, gila mau-maunya ya baca novel setebel itu, apa menariknya. Itu pikiran pertama yang telintas, waktu itu tak pernah sedikitpun terlintas untuk baca novel, apalagi setebel itu. Jadi ya, perjumpaanku pertama kali dengan novel adalah acuh-tak acuh. Beberapa hari berselang, masih dalam bulan yang sama. Temenku yang lain bawa novel yang sama, dia temen akrabku, kita mengobrol tentang novel itu dan aku sempat komen, apa menariknya baca novel. Lalu dia meminjamkannya padaku, Ayat-Ayat Cinta, katanya aku pasti bakal suka. lalu tepat malamya, aku sampek gak tidur membacanya, semenarik itu, gak pernah kebayang baca novel bakal semenyenangkan itu.

kita pastinya punya teori/definisi tentang berbagai hal, punya gambaran dan struktur tentang hal-hal itu di dalam otak kita, meskipun kita belum pernah mengalaminya.  Teori/definisi kita mungkin benar, tapi dalam prakteknya seringkali jauh lebih kompleks, sehingga hasilnya bisa sangat berbeda (masalah teknik dan sains sering seperti itu). Itu yang terjadi padaku tentang novel, aku punya definisi sendiri tentang novel, definisi yang aku susun tanpa mempelajarinya lebih jauh, terjebak pada yang disebut premature conclusion. Kita tidak akan pernah benar-benar paham sebelum mengalaminya, salah satu pelajaran hasil perjumpaanku dengan novel. suit suit.

Jadi dengan membaca Ayat-Ayat Cinta itulah dimulainya pengembaraanku membaca novel. Ketika di pesantren, novel apapun, seperti apapun bentuknya pasti aku baca. Satu novel yang sangat berkesan bagiku adalah The Kite Runner. Tentu ada novel-novel lain yang ga kalah bagus, tapi seingatku tidak ada yang lebih menyentuh dari ketika membaca The Kite Runner, kata-kata di endingnya, hmm.

Balik lagi ke masa sekarang. Mungkin itu lagi yang terjadi padaku, aku tidak mau tau, mengambil kesimpulan bahkan sebelum membacanya(novel). Tapi mungkin juga karena minatku sudah mulai condong pada satu titik, sehingga di titik lainnya berkurang. Jika dulu jenis buku apapun aku baca, sekarang ketertarikanku sebagian besar condong pada hal-hal ilmiah. Mungkin ini karena efek terpapar hal-hal semacam itu terlalu lama, mungkin juga karena hal lain dan beberapa hal lain, teori chaos. jadi dengan minat itu, buku yang menjadi prioritas bacaanku adalah memang yang berbau ilmiah, listnya terus bertambah karena tidak mulai aku baca, seperti diantaranya buku-bukunya Michio Kaku “Future of the Mind” “Physic of the Future” “Physic of the Imposible”, ”what if” Randall Munroe, ”Thinking Fast and Slow” Daniel Kahneman, “Everybody lies” Seth Stephens-Davidpwitz, “The Wisdom of Crowds” James Surowiecki, dan “Superforcasting” Philip E. Tetlock dan Dan Gardner. Kedua buku terakhir merupakan rekomendasi dari Prof yang aku kagumi. Buku terakhir ini yang sedang aku baca. Menemukan buku yang pas dengan selera itu adalah sebuah anugrah, tapi karena tulisan ini sudah terlalu panjang aku tak akan menceritakan isinya.

So, What book are you? Apa genremu? What page you want to tore apart? Is it something make you sad? something else? Did you ever feeling so helpless? when future dosent matter, all you want is just to run away? Aku tak tau apa yang bisa ku lakukan, tapi aku berharap bisa berada pada halaman-halaman ceritamu, berada di sampingmu. And, In that story of yours, which page you like the most? what is it about? Is it time you spend with your family? Is it something in your childhood? Is it when you achieve something? Or is it when you with someone? So, had you already fell in love, or have fall? terserahlah. if it’s just about feeling we cant help it, but actually love is beyond feeling, beyond ‘fall’. Love is a matter of act.

Lalu, bolehkah aku membaca buku(mu)?

Sunday, December 10, 2017

Kopi mungkin memang tak semanis dirimu

Sunday, December 10, 2017
Belakangan ini hidupku terasa lebih bermakna, sering begadang untuk mengerjakan tugas, interval tidur jadi lebih berkurang, dan result nya adalah, tugasku menjadi maksimal, maksimal disini bisa memiliki banyak arti (multivariable, bergantung pada variable state yang lebih dari satu), dan pemilihan state-state ini murni individual, misal bekurangnya rasa bersalah karena telah mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh, merasa menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi lebih PD untuk bisa menyapamu, lalu main ke rumahmu, okeh kalimat terakhir mungkin memang cuman teori. Semua ini mengantarkanku pada hipotesa bahwa performa index (PI) dari tugas adalah tidur

Tidur:L(x,u)(let’s don’t pry deeper what the function look like, padahal ini penting :/)

dimana L (tidur) ini haruslah diminimalkan (kenapa?), mungkin konsep ini sangat terdengar absurd, tapi untuk orang sepertiku, yang terkena angin sepoi-sepoi sedikit saja langsung tertidur (yups tidur adalah keahlianku), bisa tidak tidur bagiku itu adalah pencapaian yang membanggakan.

Karena L ini adalah PI, semakin  kecil maka itu semakin bagus, dalam kasus ini tentu saja. Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana caranya menimalkan L. Karena L adalah fungsi dari x dan u, maka mengubah nilai L bergatung pada nilai yang kita berikan sebagai x dan u,  x adalah state, state ini tidak bisa ‘secara langsung’ kita ubah nilainya, sedangkan u adalah yang disebut sebagai input, input ini merupakan rangsangan dari luar yang bisa kita atur nilainya secara langsung, berakibat pada kita bisa mengatur nilai L. jadi intinya adalah bagaimana kita memilih nilai u yang dapat meminimalkan nilai L. tapi sebelum itu, sekarang yang jadi pertanyaan adalah apa input itu, u, dirimu kah? Sepertinya bukan, kau tau, karena glukosa membuat cepat mengantuk, padahal manismu lebih parah.

Untuk bisa tau inputnya apa, kita perlu tahu lebih dalam tentang sistem yang akan kita berikan input tersebut. karena gak mungkin, mobil kau kau kasih input air, atau cowok jones kau kasih cowok juga, entahlah bisa berlaku mungkin kalau dia lgbt.

Sistemnya adalah tugas. Sedangkan sekarang bisa diasumsikan bahwa aktuatornya (pengerja tugas) adalah diri kita sendiri (bisa juga bayar orang lain), kita yang bergerak mengerjaka tugas, aktuator inilah yang diberikan input. Input yang dapat membuat ‘melek’, dari semua pilihan yang memungkinkan, dan paling setia menemani disaat galau dan gundah gulana, pilihanku jatuh padamu, yups kau kopi (lebih spesifiknya sih caffein, btw pemilihan  nya sembarangan lagi).

Tapi bukan berarti semakin besar  (semakin banyak kopi) maka itu semakin ‘bagus’. Ada beberapa pertimbangan dan kendala yang perlu diperhatikan, seperti isi dompet, kondisi metabolisme dll, yang mana harus memenuhi persamaan kendala berikut

f(x,u)=0

disebut sebagai equally constraint. kendala ini bisa saja lebih dari satu, ambil misal metabolisme manusia, semakin banyak  (kopi) memang akan meminimalkan (tidur) tapi belum tentu bagus untuk metabolisme kita (btw aku pernah baca artikel bahwa minum kopi 3-4 cangkir sehari mampu menurunkan resiko kematian dari pada yang tidak minum, kecuali untuk wanita dan yang sedang hamil, ada di sciencedaily kalau mau baca). Jadi haruslah dipilih  yang tepat sehingga semua itu tercapai: minimal  dan memenuhi . Tidur minimal tapi masih baik untuk metabolisme.

Jadi, berapa cangkir sehari kira-kira? 3-4 cangkir sepertinya masih bisa ditoleransi. Yang penting sebelumnya sudah makan, karena bagi yang punya asam lambung tinggi, maag dll, kopi sebelum makan bisa melukai lambung, ini ditandai dengan feses yang disertai darah. Berarti makannya kurang lebih 3 kali sehari juga. Bisa ga kira-kira? Mungkin kau pernah juga mengalaminya, kalau lagi sedang serius, fokus mengerjakan sesuatu, atau fokus bermalas-malasan, makan menjadi suatu hal yang relatif tidak penting, akhirnya ditunda tunda sampai bikin pusing dan sakit lambung. Apalagi jika kau anak kost + jones, makan mejadi suatu yang sangat mellow.


Friday, December 1, 2017

Let's do this

Friday, December 1, 2017
It’s been a while I stop do writing. Sudah lama sih sebenarnya (atau enggak, kau tau bahwa waktu itu relatif,  ga perlu dibawa ke teorinya bapak Albert Einsten, di psikologi juga ada teori time relativity, dan itu disebut time perception. Intinya bahwa tiap orang punya persepsi waktunya sendiri, dan persepsi ini juga bisa berganti tergantung pada event atau task yang dialami/dikerjakan. pernah dengar “denganmu waktu terasa cepat berlalu, tapi tanpamu sedetik serasa seabad” oh men. Itu memang terjadi, tapi masih tanpa bukti, oke ga fokusnya memang seperti ini), mungkin sudah sekitar satu tahun (tugas, proposal, ujian dll lewat hitungan ya), dan sekarang aku ingin lagi melakukannya, tapi karena aku termasuk yang jadwalnya padat, untuk menulis lagi aku perlu mencoret salah satu kegiatanku. it’s kinda hard, tapi aku harus mencoret kegiatan scrolling-scrollingku di media sosial. I know, It
“… have(has) way too much emotional value” ~mike wheeler, stranger things.

Medsos memang menyenangkan tapi terlalu banyak menghabiskan ram dan cachenya, wow, otakku sudah terlalu berat ditambah ads semacam itu. So mari kita lakukan. Coret scrolling-scrolling, *pray*. Akan terjatuh pada endless loop mungkin, install->uninstall->install->..., apalagi jika ada seseorang yang ingin kau tau kabarnya (stalker? :/), but let’s just observe it for while, then evaluate.

Kenapa aku ingin menulis lagi, mungkin itu pertanyaannya? karena mengobrol denganmu sangat menyenangkan. Itu salah satunya.

“but you’re just my imaginary friend, we have to remember that” Elliot Alderson – Mr. Robot.

juga, karena aku sekarang akademisi (setidakya aku menggapnya begitu), aku butuh menulis dan tentu saja dengan cara yang baik. Beberapa kali dapat teguran karena tulisanku pada beberapa kesempatan ada beberapa kata, yang disebut ‘sembarangan’, dan beberapa halaman isinya hanya formula dan grafik. Sometimes we just don’t want to talk, right? either textly or vocally. just too tired to exlplain. Kidding, I’m just too lazy :v.
untuk alasan yang kedua, sebenarnya kurang tepat jika dilatihnya hanya dengan random talk seperti ini. academic writing sedikit berbeda. Strict. Ada aturan-aturan baku yang perlu diikuti, dan cara bagaimana menyampaikan ide kita yang kompleks, menjadi suatu yang mudah dipahami. Ini butuh latihan, komitmen, dedikasi (apalagi?). tapi untuk permulaan, mari lakukan sembarangan, tulis apa yang ingin ditulis, belajar menuangkan yang ada di kepala kita menjadi kalimat utuh, mempunyai arti secara lafad, bukan seperti “aku padamu” (apa? Jujur aku suka bingung dengan kalimat-kalimat belakangan ini). tapi selanjutnya, aku harus mulai menyusun sistemnya supaya maksimal. Asumsikan tulisan random-talk ini berjalan selama sebulan, dengan minimal 4 tulisan, dan mungkin ini akan diadopsi untuk digunakan pada sistem ‘penulisan serius, dalam satu bulan aku harus mulai membayangkan apa yang harus aku hasilkan pada hari pertama, kedua sampai hari ketujuh dan membiasakannya, padahal, pernah baca di artikel bahwa untuk membentuk  kebiasaan baru rata-rata dibutuhkan 2 bulan (tepatnya 66 hari, kau bisa mencarinya), karena waktunya udah mepet, satu bulan semoga bisa terbentuk. Jadi kira-kira seperti apa sistemnya, untuk pemanasan:
  • Objektif/reference: mampu melelehkan pembaca dengan tulisan (too abstract ya :/)
  • Parameter/state : kuantitas tulisan? Kualitas tulisan? Dua-duanya? Ini aja sebenarnya masih terlalu umum. Kalau kuantitas ngukurnya gampang, kalau kualitas ini yang susah, siapa yang mau nilai? Aku kan juga belajar, kalau yang nilai aku sendiri kan meragukan. Mungkin penilaiannya kita susun dulu (nyari-nyari lewat internet, setidaknya basik-basik dulu, paragraf pertama isinya apa, subbab kedua isinya apa dsb).
  • Running time : 3-4 bulan
  • Aktuator : aku sendiri
  • Sensor : hati dan pikiran
  • Kontroler : unknown/na

Sistem ini aku sesuaikan dengan sistem kontrol, menyenyuaikan dengan keilmuanku sekarang. Teknisnya ga perlu dijelaskan ya.

Selamat malam~





Dimensi Tak Hingga © 2014