Saturday, March 17, 2012

Pagi yang sehat

Saturday, March 17, 2012

Aku sekarang lagi banyak hutang. Entah aku kemanakan aja tu duit, cepat bener habisnya. Mungkin ini yang disebut duit ga’ barokah. Kalo dipikir-pikir mang benar. Aku kuliah pake’ duit negara. Tapi bukannya belajar yang giat. Aku malah males-malesan. Sampe’ pernah dua kali ga’ ikut tes gara-gara ketiduran. Satunya UTS dan satunya lagi quis. Kalau cuman masalah tugas ga’ usah  ditanya berapa sering aku ga’ ngumpulin. ya, itu sedikit keadaanku di perkuliahan.

Entah ini menjawab masalah hutangku apa ga’. aku ga’ tahu. suatu hari aku dapat tawaran kerja dari temenku, tepatnya hari-,,,wah, ternyata aku lupa harinya apa-. Dan oh men, shit. bayarannya gede banget. Cuman 6 hari kerjanya sama kaya’ beasisiwa yang aku dapet selama sebulan. Tapi kendalanya, kalo ikut ini kerja, ada mata kuliah yang harus aku korbankan karena waktunya ada yang bentrok. Ikut apa ga’ ya. Dilema boy. Satu sisi aku butuh banget tu duit, tapi di sisi lain aku harus niggalin kuliah yang itu menjadi amanah buat ku. Ahirnya, Aku memilih bekerja dengan merelakan beberapa jam mata kuliah. Ya, duit memang bisa memenangkan segalanya. Dan aku kalah. Aku mengorbankan komitmenku, mengorbankan harga diriku. Dan untuk ini, kau boleh menyebutku tidak lelaki. Tapi dipikir-pikir- dengan sisi gelap otakku- ga’ salah juga melakukan ini. Ini juga kan untuk bayar hutang. Tapi masih ada yang mengganjal di dada. Ada suara yang mengatakan  bahwa yang ku pilih ini kurang benar-asseeek-. Tapi ngomong seperti itupun aku juga ga’ tau pasti apa yang harus ku pilih. Aku benar-benar membutuhkan jawaban dari langit untuk ini.

Tuesday, March 13, 2012

Kerinduan ini mebuatku resah

Tuesday, March 13, 2012
Malam itu;
kau , bisakah  menoleh padaku meski hanya sejenak. Bulir-bulir ini telah bertunas dan akarnya semakin mencengkram hatiku. dan betapa waktuku seolah berhenti saat kau datang ke situ. berdetak dan hening. Aku terbius pada sehelai sunyi yang bergemuruh. Dan kau pasti tak tau. malam itu, sekelilingku terhisap padamu.


Semula kukira hanya biasa. Karena pertama ku melihatmu, hanya sedikit rasa yang tak biasa, rasa yang tak ku mengerti yang ku pikir itu wajar saja. Tapi rasa ini mengendap-ngendap perlahan dan kemudian menyita kesadaranku. sial. Harusnya kau tak usah tersenyum ketika kita bertemu atau palingkan saja mukamu. candamu itu, kenapa kau biarkan aku tau. Kau sungguh benar-benar tak tau, aku kehabisan nafas ketika kita bertemu.
Dimensi Tak Hingga © 2014