Bagi kalian yang lebih suka
melakukan aksi mungkin akan sedikit melirik pada kebahagian kami, tentang
obrolan sopan dan penuh teori tentang sebuah asmara. Tentu saja, tak ada aksi,
hanya teori yang merambat kemana-mana, berlarian kesana-kemari seperti bocah
kecil baru melihat tempat baru, mengawang-ngawang kemudian terpekur disudut
ruag tergelap. Ya, beginilah yang mengaku punya kekasih yang berada jauh disana
atau jomblo menghabiskan waktu
malmingnya. Merindu kekasih yang entah ada dimana, menatap layar desktop computer
sudah mulai agak jenuh, mau membuat puisi bulan tak juga muncul, jadilah otak
dan jiwa kami yang membutuhkan gerimis mengais-mengais pada teori yang kami
nikmati bersama atau teman kami yang berada di kamar sebelah yang menhabiskan malmingnya dengan mengejar setoran untuk design logo TM.
Pada satu waktu, temanku akan
berkata
“dicintai itu adalah suatu
keharusan” kalau aku artikan, maka maknanya akan seperti ini, karena keharusan
itu adalah sesuatu yang mengekang. Dicntai itu adalah sebuah penjara. “kalau
kita mencintai, itu adalah sebuah kebebasan”. Kalau kau mendengarkan langsung dari
anaknya, kau mungkin bingung sebenarnya apa maksudnya, tapi begitulah dia,
dengan kosa kata bahasa indo yang seadanya mencoba untuk berfilosofi… :v
Lalu aku timpali;
“kalau dalam buku art of loving”
aku berhenti sejenak “kau tau kenapa banyak anak muda rela menyerahkan
kehormatannya, seeorang rela mekakukan apa saja demi kekasihnya dan semacamnya,
itu semua karena mereka hanya ingin dicintai, manusia modern ini memang
menderita, menderita untuk dicinta, sehingga melakukan apa saja agar orang lain
memperhatikannya, mencintainya. Tapi kalau kita mencintai, itu kita hanya
memberi, bukan berharap untuk mendapatkan balasan”
Dia menjawab ”seperti itulah
maksudku, kau membahasakannya dengan baik”.. ckakakakak, kami tertawa bersama.
selanjutnya teori kami berputar-putar pada cara
untuk mendapatkan wanita, mencoba mengerti sebuah sikap wanita, yang rumitnya
melebihi labirin yang tak berujung, bagaimana cara mencintai wanita. ntah ampuh
apa tidak bukan masalah kami. Dan untuk masalah yang satu ini aku lebih banyak
diam, aku tau kemampuanku sendiri, hiks. Dialah yang banyak bicara, mengaku
keturunannya arjuna, dari tampang sok seriusnya yang didramatisir itu seolah membuat
sebuah pengumuman, inilah duniaku kawan.
Kalau ada ember di dekat situ, aku pasti sudah muntah.
Ya seperti itulah, waktu sudah
beranjak semakin larut, Tapi sebelum ku tutup percakapan ini, perlu
diperhatikan, percakapan kami bukan pada suasana yang penuh semangat seperti
saat hakim menjatuhkan hukuman bagi pencuri ayam, seperti para anggota di
gedung “putih” yang sangat semangat membahas jala-jalan atau seperti para
mahasiswa yang ‘turun ke jalan’. Permbincangan yang kami lakukan adalah pada
kondisi yang sangat tenang, seperti layaknya seorang plegmatis dan melankolis
melakukan obrolan, pada kondisi dia mengoceh sambil menyelesaikan game chess
ol-nya dan pada tempat dudukku di sandaran pintu yang tatapan senduku(hueks) sesekali
melihat ke atas sambil menggaruk kepala.
No comments:
Post a Comment