Ketika
kita bicara diterimanya sebuah ibadah, maka secara syar’i ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, diantaranya: syarat,
rukun dan batalnya ibadah tersebut. Dengan kata lain, kita harus tau pada
perkara-perkara tersebut, misalkan kasus dalam sholat
- Syarat: Seorang non islam melakukan sholat dengan sempurna; sempurna disini maksudnya rukun-rukunnya dilaksanakan semua; meskipun sholatnya telah sempurna, holatnya tidak shah secara syar’i karena salah satu syarat sholat adalah muslim.
- Rukun: Sujud
syahwi; seoseorang sholat dan lupa membaca ayat setelah surat alfatihah lalu
dia menggantinya dengan sujud syahwi, sujud syahwi itu adalah sujud yang
dilakukan untuk mengganti sunnah ab’adal(walaupun sebenarnya, ketika melakukan kelupaan apapun waktu sholat disunnahkan melakukan sujud syahwi); salah satu sunnah ab'addal adalah bacaan ayat setelah surat
alfatihah,
Sujud syahwi ini bisa saja membuat sholatnya seseoramg menjadi tidak shah, kenapa? Karena mengganggap bahwa sujud syahwi/bacaan ayat itu wajib dilakukan, padahal tidak. Sujud syahwi itu bukan rukun, walaupun memang ditekankan untuk dilakukan(sunnah).Salah satu penyebab tidak diterimanya sebuah ibadah adalah ketika kita mencampur adukkan antara yang rukun dengan yang sunnah. artinya kita harus tau mana yang rukun mana yang sunnah. Ketika kita mengganggap sunah sebagai rukun, kita telah mengubah rukun-rukun sholat, begitu juga sebaliknya. - Batal: Tentang bathalnya sholat; ketika seorang sedang sholat, salah seorang temannya mengajak makan, dia menjawab “oke bro, tak selesaikan sholatku dulu”, sholatnya bathal.
Penting
beett pengetahuan itu, bahkan dalam suatu mushaf dikatakan bahwa ibadahny orang
bodoh(tidak tau) tidak diterima. Jelas, karena semua ada panduannya, kecuali
kalau memang maw membuat peraturan baru, silahkan, yang penting sudah punya
dalil yang kuat. Perbedaan ‘Ulama’ adalah rahmat.
Nah berbicara tentang
ibadah, niat adalah salah satu hal yang sangat penting, rukun. Sebagian ulama’
menyepakati bahwa niat adalah sepertiga nya ibadah, dan yang jelas jika niatnya
seseorang tidak benar maka ibadahnya tidak shah.
Niat itu letaknya di
dalam hati, dan ihklash itu menjadi salah satu syarath niat, artinya juga tidak
boleh bersamaan dengan riya’. Misalkan orang sholat niatny menunaikan kewajiban
lillahi ta’ala dan demi bokap
gebetannya biar kelihatan alim, maka niatnya tidak shah, apalagi malah niatnya
cuman biar keliatan alim. Iya hangus ibadahnya, seperti kayu pada api yang
menjadikannya abu. Suit suit.
Pendapat di atas adalah kesepakatan sebagian besar ulama’: Niat melakukan ibadah itu solely untuk Allah SWT. Dia sebenar-benarnya tujuan.
Akibatnya pada kita, karena
niat itu letaknya di hati dan ihklash juga tidak ada bentuk konkretnya, Maka niat
kita, apapun isinya hanya diri kita sendiri dan Allah yang tau, dan malaikatnya
tentu saja. Private. Terlepas dari
konteks apapun, entah itu status di sosmed, kita jalan kaki ke masjid, sholat
berjama’ah ~tidak dipungkiri orang lain juga pasti liat~, dan yang sejenis,
kita bukan hakim, dan bahkan pendapat di atas bukanlah keputusan final, kita
hanya menjalani apa yang kita yakini. Hakim yang sebenarnya hakim adalah Yang
di atas, maka birkan Dia yang menilai.
Note: sebagian besar isi dasar pendapat di atas saya ambil di fathul qorib~asy-syekh muhammad bin qosim al-ghazy dan di al-faraidu albahiyyah, tentang qoidl fiqh ~ sayyid abi bakar al-ahdali yaman al-syafi’i, yang ada terjemahan indonesianya oleh ustad pesantrean tempat saya nyantri, ust. Zainal arifin ‘abdul lathif. Blank baca kitab gundul, terjemahanpun jadi, tapi ingat, salah satu syarat orang mencari ilmu adalah adanya guru.
Jika
hanya ingin memberi tau, mungkin ada cara yang lebih tepat.
Semoga
bermanfaat.
No comments:
Post a Comment