Saturday, June 25, 2011

Antisipasi Internet

Saturday, June 25, 2011
Sekarang umurku tak se-imut dulu lagi, keringatku telah ikut membusuk seiring waktu yang mentelantarkanku ( apalagi kalau g pake' deodorant, hmmm, bisa di bayangkan betapa harumnya aroma tubuhku. untuk satu hal ini, kalian boleh tak percaya), Hatiku berantakan diterjang kemajuan yang tak terbendung dan tanpa antisipasi. Kehidupan sendu, politik praktis dan penuh kegamangan setidaknya telah ikut serta memberikan andil dalam menciptakan keadaanku sekarang ini. Aku kehilangan arah di antara kemilau lampu-lampu merah kuning hijau ( mungkin ini alasannya, kenapa aku sering nerobos lampu merah). Ya, setidaknya aku tak sendirian, masih banyak hantu-hantu gentayangan lain seperti diriku. Iblis di kursi mewah dan bisikan menggodanya itulah setidaknya yang harus disalahkan. Dan mungkin aku sendiri.

Kemajuan IPTEK
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia(1). Begitu banyak hal yang disangka mustahil malah menjadi komsumsi ‘primer’ dalam realita kehidupan modern ini. Sebut saja internet. Dengan berbagai fitur-fitur canggihnya, dengan mudah dan cepat kita bisa mengakses berbagai informasi yang diinginkan. Dengan tingkat ke-wah-an seperti ini, siapa yang tak mau berlama-lama memekuri kaca bercahaya berbentuk persegi. Alhasil, tak sedikit ‘hal- hal aneh’ yang harusnya terkunci rapat di sudut kamar, terbuka begitu ‘indah’ di depan mata. semisal porno aksi dan porno grafi .
Dalam kasus ini, Tentang hukum menontonnya pasti semua sudah sangat paham dan sudah diluar lidah tentang dalil naqlinya.
wa La taqrobu al-zina innahu kaana faahisyata wwa kaana sabiilaa“
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina ; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” ( Al-Israa’ :32)

Dalil di atas ditilik dari fiqh :
  • dari sisi bentuk kalimat. Kalimat di atas mengandung kata yang bermakna larangan, yaitu ‘la’ yang mempunyai arti jangan, menunjukkan pada keharaman medekati zina. Kaidah fiqh, al-amru fi al-ashli yadullu li al-wujub (Larangan pada dasarnya adalah menunnjukkan pada keharaman), mendekatinya saja haram, apalagi melakukannya. tentu saja.
  • dari pertimbangan efek yang menyertainya, yang tak jarang menjadi perantara munculnya kasus pelecehan seksual, penurunan tingkat kecerdasan hingga nantinnya memunculkan kesemerawutan moral, maka secara tegas menontonnya adalah haram. kaidah fiqh, Al-wasilah ila al-haram muharramah (segala perantara yang mengakibatkan keharaman hukumnya haram).
tapi yang terjadi dalam kenyataan adalah sebaliknya. bukannya penuh dengan brikade yang sulit ditembus, yang ada malah ‘tanpa rintangan’, tinggal klik saja beres. Begitu mudah mengakses ‘fitur-fitur’ tersebut. Alhasil, Bocah yang masih setinggi perutku, tak jarang yang telah menontonnya. Dan masih banyak lagi mudhorot lain yang harusnya kita hindari dari pelayanan internet. Terus, lantaran kasus ini apakah internet juga diharamkan karena perantara untuk melakukan sesuatu yang haram?

Ambil manfaat buang mudhorotnya
Dalam perkembangan dan melaksakan kehidupan yang juga nantinnya berorientasi pada kewajiban , modern ini, tanpa persiapan informasi, komunikasi yang cepat tangkas dalam berbagai media dan pengoptimalan media sumber daya yang tersedia. Bisa dipastikan kita akan masuk pada kelas pinggiran. Dalam agama apapun, apalagi dalam islam, tentu saja hal semacam ini tidak dibenarkan. Kita selalu diperintah untuk berpikir cerdas dalam menfaatkan situasi yang ada. Kita sama-sama tahu bagaimana nabi Muhammad shollahu ‘alaihi wasallam menjadi saudagar yang sukses pada masanya -banyak sekali hukum-hukum yang membahas tentang bagaimana berhubungan dengan sesama, baik itu perdangan, politik dsb-. Begitu juga khulafau al-rosyidin dan para pemimpin-pemimpin islam yang lain. tanpa pengoptimalan setiap sumber daya yang ada, semuanya hanyalah kebohongan belaka. Sehubungan dengan internet, kita sendiri dengan jelas dan paham beberapa efek positif yang ditimbulkannya. Tapi, meski banyak manfaatnya tidak malah menghapus kemudhorotan yang ditimbulkannya. Nah, disinilah letak kecerdasan dan keimanan kita di uji. Sesuai dengan Kaidah fiqh, dar’u al-mafasidi wa jalbi al-masholihi (tolak (yang membawa) mudhorot dan ambil (yang membawa) manfaat). Kita mestinya hanya mengambil manfaatnya tanpa mengotak-atik kemudhorotannya. Tapi, sehubungan dengan implementasi dalam relita, tanpa langkah kongkrit yang pasti, ini hanyalah angan-angan saja.

Perlunya pengawasan setiap pihak
Pengawasan dan pembelajaran harusnya memang dilakukan sejak dini, mulai dari rumah, yaitu keluarga. Dari teladan dan bimbingan keluarga itulah awal mula dibentuknya psikologis anak. dalam hal ini tentu saja yang paling berperan penting adalah orang tua, yang melahirkan dan mengurusi anak sedari kecil. Dengan menerapkan kasih sayang dalam membimbing. Dan penerapan hal-hal kecil yang sering luput dari perhatian, semisal menjadi tempat curhat anak, meberikan kepercayaan yang positif sehinnga nantinya membangun mental yang sehat, mengajarkan disiplin dan etiket baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat umum, serta memerhatikan poin-poin penting lain dalam pendidikan anak dibarengi dengan pengajaran tauhid yang mudah dicerna, merupakan awal yang cerah bagi anak untuk menghadapi zaman yang maju. Tapi, kewajiban orang tua dalam mengawasi anak tidak berahir di usia dini ini saja.

Seiring berjalannya waktu, anak akan memasuki tahap sekolah. Di dalam sekolah inilah nantinya anak akan mempelajari pengetahuan umum. karena disinilah tahap pertama anak akan berinteraksi dengan dunia luar secara langsung, maka seharusnya sekolah tidak hanya mengajarkan Iptek, tapi juga memasukkan pembentukan karakter dalam kurikulumnya. Semisal memasukkan pelajaran budaya dan kesenian indonesia dalam pelajaran wajib, agar mereka tidak hilang akar sejatinnya. Sehingga nantinya, sekolah tidak mencetak generasi apatis dan komsumtif tak kritis. Tapi generasi berakhlak mulia, berilmu, mandiri, dan cinta terhadap negara.

Tapi segala macam cara diatas masih belum cukup, karena tanpa pen-stop-an sumber yang menimbulkan ke-mudhorotan, masih dimungkinkan terjadinya masalah. Sehubungan dengan sistem, adalah tanggung jawab pemerintah sebagai ulil amri. Setakat ini, lalu lahirlah fiqh sultoni. Dalam fiqh ini pemerintah diserahi tugas untuk menetapkan kebijakan(2). Sehubungan dengan internet. Sejalan dengan UU No 3 tahun 2003 tentang petahanan negara. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap segala sesuatu yang dapat mengancam kesejahteraan rakyatnya. Tugas pemerintahlah untuk mem-blockir segala macam situs yang pasti mendatangkan kemudhorotan.


(1) . http://ahmadsamantho.wordpress.com
(2). Kompas no 255 tahun ke- 46



No comments:

Dimensi Tak Hingga © 2014