Saturday, June 18, 2011

Kami ke Blitar, malam dan truk melintang

Saturday, June 18, 2011
Ok. Ceritanya aku mulai...

        Suatu hari di akhir Mei, pada setitik waktu yang berbaur dengan aroma sore yang cerah. cahaya mentari menyusup lembut pada sela-sela ranting pepohonan di pelataran kampus UIN Malang.
        “ ntar ikut ke rumahnya Tita ga’?
“ aku terserah saja, ikut teman-teman aja”
***
        “ ayo berangkat, baca do’a dulu “

       Dan dimulailah perjalananku dan yang lain menuju rumahnya mom Tita di blitar. Jam 20.** . aku dan yang lain. –Kurasa, aku tak perlu menyebutkan ‘yang lain’ itu, jika itu sudah ada aku maka ‘yang lain’ sudah tak perlu lagi disebutkan–hahaha.. Ya,,, ya,,, akan ku jelaskan. kami adalah sekumpulan anak malang yang berkelana hanya untuk mendapatkan makanan gratis, yaitu ; mas Batu selaku orang yang dituakan merupakan ketua kelompok ini, dia berboncengan dengan Mrs. Ifa. Aldhi selaku Guide karena membonceng mom Tita. ada si imut Ulir yang kesepian, dia sendirian, tidak punya teman ngobrol diperjalanan. Ada bolang dari kep. riau, Adam, berboncengan dengan Acin maulana, pengidap penyakit gila no. 13(read; obsesi artis). Lalu, Sulis si pinky berboncengan dengan difa kondang, ning Nafa. Dan aku sendiri, kau bolehlah bilang aku yang terdingin di kelompok ini, berboncengan dengan si semok, Aghe.

Aku dan Aghe memilih untuk berada di bagian paling belakang. Mengambil istilahnya Aghe ‘agar kami bisa menyisir mobil yang dari belakang’ dan menemani teman-teman yang ketinggalan. Anak yang sungguh suka sekali berbuat kebaikan. dan betapa heroicnya kami. Tapi, sebenarnya aku punya hasrat gelap sendiri :
aku tak suka sekali kebut-kebutan. Jadi, kalau kami ketinggalan di belakang, kami bisa tidur-tiduran dulu di pinggir jalan, nunggu yang lain jemput.
***
         Brrrrr. dengan pakaian seadanya -singglet plus jumper tipis-, aku lajukan motor membelah dinginnya angin malam yang menggigit kulitku. Ah, Andai saja yang dibelakangku bukan Aghe yang atletis dan sedikit homo ini, melainkan bidadari sekaligus kekasihku. Ceritanya mungkin akan sedikit berbeda, aku takkan mengggigil gini. aku akan begitu hangat. Betapa indahnya. Tapi ini, yang ada aku malah berjuang mati-matian agar Aghe tak memelukku. Hehehe. Bercanda. Sebenarnya, aku akan sangat senang sekali jika saja Aghe mau memelukku. Cueh, cueh, cueh.

           Jalur Malang-Blitar merupakan jalur yang mengasyikkan. Berkelok-kelok sekaligus terjal dan curam. Di kelilingi hutan lebat yang gelap dan suram. Tanpa rumah penduduk. Dengan keberanianku yang hanya seperti nyala lilin yang mau meredup, tentu saja ini membantu kelancaran kisah perjalananku. Ah, andai saja aku tak ikut. dengan anggun, aku pasti sudah sukses melukis bantalku.
        “ kalo siang mantep ini ron “ Aghe nyeletuk di belakang “masih alami banget, pemandangannya pasti keren, di bekasi, di kota gw, mana ada yang kaya’ gini ”
         “ he’em “ aku meng-iyakan ” apalagi klo pagi ato sore ghe, pasti lebih indah, cahaya matahari yang jatuh akan sangat lembut” membuat biasan orange pada daun-daun muda.
         ya, andai saja siang, tentu telapak tanganku takkan sedingin ini karena ngeri membayangkan ada pocong gila yang tiba-tiba saja melompat ke tengah jalan minta dilindes, agar paginya bisa masuk koran halaman depan. Mungkin saja dia akan menyaingi ketenaran saudara-saudaranya yang sudah masuk TV duluan. Keterlaluan bener. Sudah betapa kacaunya hidup ini. Moga-moga saja itu tidak terjadi.

       Beberapa puluh menit kemudian, jalan tetap saja gelap dan suram. Aku melaju perlahan mengikuti teman-teman dari belakang. dengan posisi : aku/Aghe – Adam/Acin – Sulis/Nafa – Ulir, mas batu/Ifa dan Aldhi/mom tita sudah tak berada pada radius penglihatanku.
         “ TIIIIIN! TIIIIIN! TIIIIIN! “ ku tengok kaca spion, ada cahaya terang dari belakang. dengan sigap, aku pinggirkan motor. mobil Truk itu Dengan ugal-ugalan menyalipku dan tanpa sopan santun mengambil tempat antara aku/Aghe dan Adam/Acin. Sedetik kemudian, Truk itu menyalip Adam/Acin. celakanya, saat Truk itu mau menyalip lagi, berbarengan dengan Sulis yang mau nyalip Ulir. Dengan tegang, aku saksikan Sulis sedikit lagi akan diserempet Truk. Seketika itu, waktu seakan berhenti. Dengan posisi yang sama, Kehidupan berjalan slow motion dengan suasana yang mencekam.
        “ TIIIIIN! TIIIIN! TIIIN ... TIIIIN! ” aku tersadarkan. sekilas aku lihat, sulis terkejut dan menoleh kebelakang tanpa memerhatikan keadannya yang berbahaya. suara klakson itu terus saja mendayu-dayu memecah kesunyian malam. Aku perhatikan tanganku. Bukan aku yang mencet. Aghe bukan. Hantu juga bukan. Lantas siapa? Setelah kucermati lagi. Ternyata sumber bunyinya dari depanku, Tapi aku juga masih belum bisa memastikan diantara ke-3 motor di depanku itu. Lalu, Sulis dengan sigap melajukan motornya meninggalkan bahaya yang sudah dari tadi menganga. Alhamdulillah. Terhindar juga dari bahaya.
Dengan sedkit marah, kulihat Truk itu melaju, Disusul truk yang dibelakangku, tapi setelah tak jauh melaju dari TKP tadi, ke-2 truk itu berhenti. Menghadang jalan kami. Ke-3 motor yang dikemudikan temanku itu terpepet kepinggir jalan sebelah kiri. Aku sendiri berada di belakangkiri truk yang hampir saja nyerempet Sulis tadi. Berada di bagian belakang. Meski masih ada cela untuk lewat, sontak kami semua berhenti.

       ‘apalagi ini?!’ batinku, aku mulai panik. Suasana mulai berbahaya. Aku tau, teman-teman pasti merasakan hal yang sama denganku. Ini pasti gara-gara yang tadi. supir truknya masih ingin melakukan perhitungan. *Kalo perhitungan kalkulus, dengan senang hati pasti akan kuladeni para supir itu, meski nilaiku pas-pasan*. Dari jauh, kulihat Acin -yang masih di atas jocknya- melakukan kontak dengan Supir truk satunya, kepalanya saja yang nyembul dari kacapintu yang terbuka.
“OPO KON!” bentaknya sambil mengayunkan kepalan tangannya di udara pada Acin dan Adam. Reflek Acin mengangkat tangannya seperti saat upacara senin pagi waktu bendera dikibarkan. Jadi ingin nyanyi lagu kebangsaan. Ah, fokus fokus.
        Ini benar-benar tak baik. Perkara ini takkan berahir dengan mudah. Eh, tiba-tiba saja ke-3 motor temenku itu melaju pergi tak peduli, pergi meninggalkan selubung pekat kabut malam, lalu disusul dengan keluarnya supir ‘truk yang hampir nyerempet Sulis’ dari pintu sebelah kanan. Dan tanpa baju. Bentar, kenapa juga supir itu keluar tanpa baju dalam udara malam yang dingin ini? Apa dia mau menggoda kami(aku dan aghe) dengan menunjukkan otot tubuhnya yang kekar itu? Maaf saja ya. Aku 100% normal, lelaki sejati. Jadi jangan coba-coba merayuku. Kalau Aghe, aku kurang tau. Mungkin saja dia mau.
kasar dia menutup pintu truknya dan berjalan ke arah kami(aku dan aghe) dengan penuh kesal. Sial, Aku benar-benar sudah tak bisa ngacir. aku merasa di khianati. Kami tertinggal bersama para penjagal. Kenapa teman-teman pergi? sedangkan masalah ini harus dibereskan. Dengan jengkel, aku jalankan motor pelan-pelan, berharap supir truk itu berhenti hanya untuk buang air kecil . tapi harapku tak terkabul, setelah bentar saja aku menjalankan motor, aku diberhentikan dengan kasar

*// “ SIAPA YANG MEMBUNYIKAN KLAKSON TADI? ” bentak supir tanpa baju.
“saya pak” dengan enteng dan penuh percaya diri aku menjawab.
   “ KENAPA KAU LAKUKAN!, ITU BERBAHAYA, ITU MEMBUAT ORANG LAIN TERKEJUT, TAK BENAR ITU ” bentaknya .
     “saya rasa itu wajar saja” aku katakan dengan tenang “kalo tidak ada klakson, mungkin saja bapak tetap melaju, dan nyerempet teman kami”
    “benar pak, soalnya gini ya” lanjut Aghe dengan logat seperti biasanya ”dalam keadaan seperti itu, memencet klakson merupakan cara yang sewajarnya untuk memberi sinyal bahaya” *
   sontak ekspresi supir tanpa baju tambah garang “KURANG AJAR, KALIAN MAU MENGGURUIKU YA, DASAR MASIH BAU KENCUR ” ludahnya moncrat-moncrat tak karuan
   “J**C$%” supir yang satunya ikut bergabung sambil membawa batang pohon, berbarengan dengan itu, dia melayangkan tendangannya ke motor.
   “GEDUBRAAAK!” debum jatuhku+Aghe+motor. Brengsek. sedetik kemudian, dengan susah payah aku dan Aghe berdiri memasang kuda-kuda siap tempur. lalu, tanpa aba-aba.
   “HYAAAAAAA! HYAAAAAAAAAA!” @#$$&!*$%^&!....
                             *15 menit kemudian, aku kira-kira*.

      “BRMM! BRMMM!” deru knalpot Truk menjauh dari pendengaranku. Setelah sekian menit melakukan perlawanan, ahirnya kami terkapar juga di pinggir jalan. Pakaian kami robek-robek, kami tambah tampan dengan lebam-lebam di muka. Tulang rusukku ada beberapa yang patah, dan dinginnya malam menambah sakitnya luka-lukaku. aku dan Aghe tak mampu lagi berdiri.
mau ngapain dia?. Dengan susah payah, Aghe mencoba menggeser tubuhnya. Oh, ternyata dia mau meraih hp-nya yang tergeletak tak jauh dari tubuhnya. Benar juga, kami harus menghubungi teman-teman. Aku raba-raba kantong celanaku. Hp-ku tak ada. Kutebarkan pandanganku. Tak kutemui juga hp-ku, Ahirnya aku merangsek mendekati Aghe. Dia sudah berlutut dan memencet-mencet keypad hp-nya. Benar ghe, beritau teman-teman. Tapi,,, Mulutku spontan ternganga melihat apa yang diketik Aghe. Mungkin sedikit berbusa. Tulisannya ;
        “Iza, maafkan aku... aku tak bisa membuatmu bahagia” send message. Jasek, gila’. aku shock berat. oh, dunia seakan berputar-putar. Kemudian aku terjatuh, mulai tak sadarkan diri. Sayup-sayup aku mendengar suara Aghe memecah kesunyian malam.
        “GUSTI, KENAPA INI TERJADI PADAKU? APA SALAHKU?!” ratapnya mendramatisir, lalu dia terjatuh seperti saat baca puisi di pentas tiang alit kemarin. Aku sendiri sudah tak kuat lagi menahan kesadaranku. Lalu gelap.

bercanda. hahaha. ceritanya kaya’ gini, mulai dari * ;
       sontak ekspresi supir tanpa baju langsung berubah “ah, benar juga ya” sambil manggut-manggut, dia berpikir sejenak.
           baiklah, kalian boleh lewat” lanjut pak supir tanpa baju sumrigah.
“ok dech” jawabku dan Aghe kompak, kemudian kami pergi sambil saling melambaikan tangan.
//* kalian tertipu lagi, dibawah ini baru cerita aslinya, benar-benar cerita aslinya;
NB ; yang mencet klakson adalah Adam. Alasannya yang di atas tadi itu. Dialog aku emudian Aghe. Dia benar-benar trauma setelah mengalami kecelakaan karena disrempet dari belakang. dan dia tak ingin hal yang sama terjadi pada yang lain.
// ok. back to scene

        “SIAPA YANG MEMBUNYIKAN KLAKSON TADI?” bentak supir tanpa baju.
“ bukan saya pak “ jawabku, berharap bisa langsung diperbolehkan lewat.
      “ITU BERBAHAYA, ITU MEMBUAT ORANG LAIN TERKEJUT, TAK BENAR ITU” bentaknya lagi. aku tidak begitu ingat, tapi setidaknya ini inti omongannya. Ah, kacau. Ini benar-benar takkan berahir mudah. Dia sepertinya memang sudah berniat cari perkara.
       “benar pak, bukan saya” kilahku lagi. Lalu, kulihat supir truk yang satunya lagi keluar dan dengan cepat mematahkan cabang pohon seukuran tangan yang ada di pinggir jalan. Mau apa dia?.
       “ BLA!... BLA!... BLA!.....“ perhatianku teralihkan lagi sama pak supir tanpa baju. aku tak begitu ingat apa yang dia semprotkan. Intinya, kami diberi tausiyah, oleh pembicara yang berlebihan semangat. Ini mengalahkan paling semangatnya khotib jum’at. Lumayan lama, tapi semprotannya waktu itu mengabur dalam ingatanku.
       “ya udah, kami minta maaf pak“ aku tak ingin berlama-lama disini. Teman-teman pasti sudah jauh. aku tak ingin tersesat padahal aku tak tau jalan di daerah sini. Secepatnya, aku harus nyusul teman-teman. Dan yang lebih penting, aku tak ingin mati konyol disini.
      “sorry pak, sorry“ aghe nambahin. mencoba diplomatis. Anak yang suka politik ini pemikirannya pasti sama denganku saat ini, kami sama tak ingin berlama-lama disini.
        “ YO WES, GA’ APA-APA ” masih dengan nada yang lumayan tinggi “LEWAT AJA“.

       Eh, beneran? tak ada apa-apa lagi ni?!. Untunglah, tak ada hal gawat yang terjadi. Ah, tapi... bapak yang tadi matahin cabang pohon berjalan ke arah kami, plus tangan memegang cabang pohon yang sudah bersih dari segala ranting dan daunnya. Seketika itu pertanyaanku terjawab. Ternyata cabang pohon itu dia patahin sebagai alat untuk ngebukin kami. Kacau, tamat sudah. Kalo g’ sekarat, paling-paling ada beberapa tulangku yang patah setelah ini.
    “BLA!.... BLA!.... BLA!....“ bentak pak cabang pohon sambil bersiap-siap mengayunkan ‘balok’nya. Kata ‘balok’ngambil dari istilahnya aghe. Benar memang, cabang pohonnya mirip balok yang sering digunakan dalam tauran di film-film, atau lebih gede dikit.
     
“BIARKAN MEREKA LEWAT“ kata supir tanpa baju “BUKAN MEREKA”
“KENAPA KALIAN MEMBUNYIKAN KLAKSON SEPERTI ITU.... BLA..BLA... BLA...” bentak supir cabang pohon lagi. Inti semprotannya sama dengan supir tanpa baju.
      “SUDAH, BIARKAN MEREKA LEWAT” kata supir tanpa baju lagi. Kami diperbolehkan lewat.
betapa baiknya kau pak supir, meski tadi sudah membentak-bentak kami, dengan senang hati aku ikhlaskan.
      “mari pak” . manisnya, kemudian kami pergi dengan tubuh tidak kurang satupun. Sebenarnya, masih ada pertanyaan yang masih menjanggal dalam kepalaku waktu itu. Kenapa mereka langsung percaya aja bahwa bukan kami pelakunya? Padahal, ku kira mereka pasti ingin melampiaskan kemarahan. Tapi ya udahlah, yang penting kami selamat.

      Ku maksimalkan kecepatan motor. Aku kesal. Setelah lumayan jauh melaju, ku jumpai rombongan teman-temanku. Ulir menungguku. Yang lain menjalankan motornya pelan-pelan.
“ gimana ron?” tanyanya.
       “ g’ apa-apa” jawabku serempak ma Aghe. Kami balik lagi ke rombongan. Seperti tak ada masalah, kami semua melaju beriringan seperti semula.
       ternyata kedamaian ini tak bertaahan lama. Ke-2 truk tadi melaju kencang dari arah belakang. dengan ugal-agalan yang sama, mereka menyalip kami semua. Motor teman-teman di depan seolah-olah dipepet ke pinggir. Sial, masih belum beres juga ternyata. Tak lama kemudian, Mereka melaju di depan kami. Aku pikir mereka masih ingin melakukan perhitungan. Benar saja, Setelah belokan selanjutnya, tiba-tiba supir tanpa baju melintangkan truknya menutupi jalan. Hampir saja menabrak motor yang datang dari arah lain. Aldhi yang berada tepat di belakangnya, oleng ke kiri. reflek Mom Tita turun dari motor. Dengan boncengan perempuannya mudah baginya turun dari motor. Keadaannya semakin tak beres.teman-teman yang lain pasti merasakan hal yang sama denganku. Kalo bentrok, bisa gawat ini. Ku lajukan motorku mendatangi Aldhi yang sejenak berhenti. Sekilas kulihat pengemudi motor dan temannya yang tadi hampir di tabrak, pergi dengan muka pucat ketakutan setelah dimarahi habis-habisan sama supir tanpa baju.
         “ ada apa Al?”
“ g’ ada” jawabnya tenang “ cuman truk itu hampir saja nabrak motor”
       o, gitu. Berarti bukan ingin cari gara-gara dengan kami. Bodohnya, Aku lansung saja percaya saat itu. Aku kira Aldhi sudah tau masalah yang tadi, teryata masih belum. Dia malah mengira space kecil (sela-sela bagian belakang truk dengan pinggir jalan), di sisakan agar motor bisa lewat(betapa positif pemikirannya). yang sebenarnya,space itu luput dari hadangan si supir. Ya, Aldhi/mom Tita dan mas Batu/Ifa masih belum tau masalah tadi. **

“BEDEBAH, SIAPA YANG YANG TADI MENCET KLAKSON TANPA ATURAN” setelah puas memarahi pengendara motor tadi habis-habisan. sekarang tiba giliran kami. Kami semua telah turun dari motor. Siap-siap melancarkan serangan jika diperlukan. Mas Batu dan Aldhi telah kami beri tau.
“JAWAB!, SIAPA YANG TLAH BOSEN HIDUP?!” raungnya seperti singa yang kelaparan. Temannya juga sudah tak sabar. Dia memutar-mutar baloknya di udara. tapi kami semua hanya diam. Menunggu kesempatan datang. Kemudian,,, alam menjadi sunyi seketika. Awan menutupi cahaya bulan perlahan. Kabut mulai menebal menyelubungi arena di sekitar kami. Suasana benar-benar mencekam dan menegangkan... semenit tlah berlalu. Lalu, tak terduga, si supir tanpa baju menerjang ke arah kami.
“HYYYAAAAAAAA!”... seperti kelebatan bayangan, Aghe maju ke depan. Siap-siap melancarkan jurus. Dengan latihan berat yang sering dilakukannya, akan dengan mudah dia melumpuhkan si supir. Dia meninju langit, kemudian secepat kilat dia mengeluarkan senjata pamungkasnya, menunjukkan se pack kartu REMI di depan muka si supir. Persis seperti agen FBI menunjukkan lencananya.
“ok, kami terima tantangan bapak” jawab kami semua mantep “permainan apa yang bapak inginkan?”.
”POKER” dengan tak sabar supir tanpa baju menjawab “AKU SERING MEMAINKANNYA DI WARUNG”.
“ okelah klo begitu”. Setelahnya. Kami main kartu di tengah jalan. Para pengendara lain yang tak tahan melihat kami main, ahirnya luluh juga. Lalu bersama-sama bikin majlis baru main kartu. Tapi, supir yang satunya tak mau ikut bermain. Saat kami telah memainkan beberapa babak. Ketika asyik-asyiknya bermain. Dia dengan garang menghampiri kami.
“BRENGSEK, HEI KAU!” dengan amarah yang tak mungkin di tahan lagi, dia menunjuk Adam ”kau itu sering kalah, ayo ganti” dengan ikhlas Adam menyerahkan tempat duduknya.
“iya dek. Ada yang bawa rokok g?” dia nyeletuk kemudian, malu-malu.
“oo, ada pak” cepat-cepat mas Batu mengeluarkan sebungkus rokoknya.
“nah, kalo ada ini baru mantep. Hehe”. Kami lalui malam itu main kartu sampai shubuh.

*// ckakakakak.Back to scene dari tanda ini **.
         Karena ribut oleh klakson mobil dan motor yang lain, ahirnya para supir truk itu menyerah. Mereka pergi mengurungkan niat, melaju kencang meninggalkan kami. Kami pun pergi. saat mendapati warung, kami berhenti sejenak agar para truk itu kehilangan jejak.

To be continued.....
NB ; tulisan yang bercetak tebal itu cuman guyonan, bukan yang asli. klo mau baca versi aslinya, yg tulisan bercetak tebal itu g usah di baca, di loncat aja .aku ucapkan terima kasih pada teman seperjalan di atas. terima kasih juga atas ide-ide kalian. Tanpa kalian, cerita ini takkan ada. Hahaha. Ku tuliskan cerita ini hanya untuk membuat pembaca tertawa. Khususnya kau yang di situ. ckakakakakak.










No comments:

Dimensi Tak Hingga © 2014